Pernikahan Dini Tak Menghentikan Mereka untuk Bersekolah

Mata pelajaran kepribadian profesional dalam pendidikan kesetaraan Paket A, Paket B dan C PKBM BESTARI memang masuk dalam pembelajaran mandiri, namun pada semester genap ini peserta didik diberi kesempatan untuk mempresentasikan karyanya dalam bentuk diskusi di dalam kelas.Tutornya saya sendiri, semata saya ingin membuktikan beberapa kali saya membaca referensi dan mengikuti kegiatan berkaitan dengan bakat dan minat peserta didik yang difasilitasi oleh sekolah akan memelejitkan kemampuannya. Saya mulai kegiatan tersebut dalam bentuk tugas semester genap sebagai tugas akhir tahun mereka. Sekian presentasi peserta didik yang sudah saya dampingi ada pengetahuan- pengetahuan baru yang sempat saya catat dan ini tentunya tambahan pengetahuan baru bagi saya juga peserta didik.

“Saya ibu rumah tangga, pekerjaan saya cuma momong anak, ya pokoknya pekerjaan ibu rumah tanggalah. Daripada saya cuma main hape, kata suami saya ngabisin pulsa, saya membuat kegiatan jualan online, salah satunya bikin brownies ini…” bla bla bla, salah satu peserta didik Paket C bercerita di depan kelas kesetaraan sore itu , 25 Februari 2018.

 

“Mbak, ojo cepet cepet lek ngomong, tak tulise…” salah audiens yang notabene kawan sekelasnya protes. Sepetinya ia minat juga membuat brownies ini setelah beberapa deskripsinya cukup menyakinkan kawan-kawan di kelasnya. Presentasi karya ini sifatnya mendeskripsikan pembuatan karya, tidak mempraktikkan di depan audiens mengingat waktu yang terbatas.

“Aku grogi iki, ngomongnya cepat, biar cepat selesai” katanya sambil terbahak-bahak seolah ingin menutupi rasa grogi di depan kelas. Saya maklumi, ini adalah presentasi pertamanya dalam forum resmi setelah sekian lama ia tak sekolah karena terbentur persoalan biaya hingga pada usianya sekarang ia bersama suaminya tertolong untuk sekolah lagi atas dukungan kepala desanya, yaitu kepala desa Pakel Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang.

Lalu kami tetap fokus mendengarkan presentasinya dengan selingan guyonan yang pasti nyambung dengan urusan bikin brownies. Ada tips membuat brownies yang ia sampaikan ini yang membuat kami tertawa.

“Mbak, jika adonan kue tersebut tidak bisa mengembang dengan bagus bagaimana? ” bermula dari pertanyaan ini kami, khususnya saya baru mengetahui ada hal di luar teknis yang cukup membuat saya heran atas jawabannya ini.

“Saya mesti kramas dulu , Mbak”. Mendengar jawaban ini, awalnya saya kira ia membuat intermezzo.

“Kok kramas, apa hubungannya dengan bikin brownies? ” Tak sadar saya terlibat juga dalam pembelajaran membuat brownies yang memang kemasan presentasi kegiatan ini diformat dalam diskusi.

“Iya, Bu. Memang ada bedanya membuat kue dengan kramas dulu dan tidak kramas, bahkan perasaan hati yang jengkel kepada suami juga akan mempengaruhi hasilnya, kue akan tidak mengembang dengan baik”. Ini penjelasan dari penanya awal, rupanya ia ingin mencocokkan pengalamannya membuat kue dengan temannya yang sedang presentasi ini .Saya tertegun mendengar penjelasan ini untuk sesaat.

“Oh, jadi membuat kue juga dengan hati bahagia ya? Ini sama juga ketika kita merawat tanaman, jika perawatannya dengan penuh cinta, hasil tanaman akan baik, sebaliknya jika asal tanam dan asal rawat saja, hasilnyapun biasa saja “. Ini review dan sekaligus pengetahuan yang ingin saya sampaikan kepada peserta didik dalam kelas tersebut. Setelah saya menyela presentasinya, saya persilahkan dia melanjutkan tahap pemasaran atau penjualannya. Pada awal pemberian tugas kepada para peserta didik , saya menekannkan bahwa karya yang dipresentasikan ini akan lebih baik jika bernilai jual atau menghasilkan uang dan hal itu adalah hasil aktivitas yang mereka sukai, sesuai passion mereka.

“Saya jual brownies ini online, karena saya belum punya toko, jadi jual online lebih mudah.1box ini harganya Rp 20.000..” Mendengar penjelasan ini, saya baru sadar dan paham kehebatan berdagang online yaitu tidak membutuhkan toko atau lapak untuk menggelar dagangannya.

“Wah, ini benar-benar passionnya”. Batin saya kagum. Ia telah mendeskripsikan pembuatan brownies dan menunjukkan hasil dan rasanya, ia juga tahu ke mana ia harus memasarkan produknya ini dalam keterbatasannya dan dalam era digital ini. Masih banyak peserta didik saya yang membuktikan bahwa minat dan bakat itu memang tidak dapat mengkhianati hasil dan proses (Essay ini dimuat dalam Mepnews pada tanggal 27 Pebruari 2018 dengan judul “Keramas Dulu Sebelum Bikin Brownies”).

C Perempuan dalam Keterkaitan Kesuksesan Masa Depan Anak

Pada tahun 1997 saya mulai tertarik dengan kegiatan bertopik kesetaraan gender, gerakan feminisme, dan apa saja yang berbau memperjuangkan emansipasi wanita. Ketertarikan saya ini menempatkan pola pikir saya pada saat itu bahwa perempuan seharusnya tidak hanya memiliki aktivitas yang selama ini dilabelkan dalam sumur dapur dan kasur. Pemaknaan tiga kata tersebut saya pahami bahwa sumur kasur dan dapur ini adalah hal hal yang letaknya di belakang tidak diketahui banyak orang. Sama halnya dengan’konco wingking’ adalah bahasa Jawa yang artinya teman yang aktivitasnya di belakang layar, artinya perannya tidak banyak diketahui khalayak. Ini adalah definisi berdasarkan pemahaman saya selama berinteraksi sosial di ruang domestik maupun di ruang publik.

Sejalan dengan bertambahnya pengalaman hidup yang saya jalani lambat laun gagasan-gagasan kesetaraan gender yang menguat dalam gaya berpikir saya mulai berubah. Saya tidak mengatakan mulai melemah, tapi saya berupaya untuk tidak memaksakan diri dan pikiran saya untuk bersejajar dengan pria di ranah publik. Saya memahami relasi pria dan perempuan dalam kehidupan itu saling menyempurnakan. Kalaupun bentuk kesejajaran dengan pria maka saya memaknainya hanya dibutuhkan saat para perempuan memasuki akses pendidikan. Mereka sangat perlu setara atau mungkin lebih untuk mengeyam pendidikan bersama pria. Hal ini tidak lain demi keberlangsungan generasi berikutnya, ibu bagi anak -anak dalam ranah domestik yaitu keluarga telah dikenal sebagai madrasah atau sekolah pertama bagi anak-anaknya, sehingga penting baginya untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang memadai.

Sekadar menjadi penenang hati, kalau boleh dikatakan begitu, tidak apalah urusan keterwakilan perempuan dalam aktivitas publik masih tidak seimbang dengan kesempatan yang dimiliki pria. Perempuan masih bisa mengukir prstasinya di ranah domestik, di dalam rumahnya.

Apakah Nancy Matthews Edison saat itu seorang ibu yang aktif di ruang publik untuk mewaqofkan hidup dan ilmu pengetahuannya ?

Beliau tidak banyak dikenal orang sebagai pejuang perempuan tapi sejarah mencatatnya sebagai ibu hebat bagi seorang ilmuwan terkemuka yang dikenal sampai kini ,Thomas Alfa Edison , penemu bola lampu.