Suatu kali,di tengah kegiatan belajarnya, anaknya yang masih balita ini BAB dipopoknya. Ia keluar kelas, dengan kasih sayangnya ia ceboki dan ganti popok anaknya ini. Setelah bersih dan rapi, ia kembali ke kelas melanjutkan belajar, dan sempat mempresentasikan hasil diskusi kelas di kelompoknya.
Afida Yurika nama peserta didik ini, lulus Paket C pada tahun pelajaran 2017-2018. Ia tergolong peserta didik pandai dan aktif, tidak pernah absen dalam belajarnya. Dalam kondisi hujan, ia dan pamannya yang juga teman sekelasnya di Paket C selalu datang, dan ia tetap membawa buah hatinya ini.
Masih teringat saat ia mendaftarkan dirinya diantar suaminya di tengah hujan deras siang hari, energik sekali cara dia menjaga anaknya dari terpaan guyuran hujan. Melihat pasangan suami istri yang masih muda ini, membuka cakrwala baru bagi saya, “ternyata kedewasaan tidak selamanya diukur dari usia, namun mental yang siap untuk menjalani hidup”
Afida Yurika, peserta didik Paket C saya ini, saya bangga memiliki dia, sosok peserta didik yang ingin meningkatkan kwalitas pendidikannya pasca pernikahan dininya, dan ia ternyata siap dengan konsekwensi sebagai orang tua, tidak berpangku tangan dengan bantuan keluarganya, tidak mengeluh dan bisa memahami orang lain ( suaminya) sehingga ia ringan untuk berangkat ke tempat belajar Paket C dengan membawa buah hatinya saat cuaca bagus atau buruk di waktu malam. Kalau ia sibuk dengan proses pembelajaran, saya terkadang ikut membantu ‘momong’ ( bahasa Jawa dari menjaga anak kecil dalam beberapa saat). Ini juga saya lakukan kepada peserta didik lainnya yang membawa anak-anak mereka. Alasan mereka membawa anak karena ayahnya sedang mengajar madrasah diniyah, ada yang karena ayahnya sedang kerja di luar kota dan di rumah anak-anak mereka tidak ada yang menemani.
Afida Yurika, sosoknya mempresentasikan peribahasa Jawa ” Ora ana kebo kabotan sungu”. Tidak ada orang tua yang merasa terbebani oleh kesibukan untuk merawat anaknya dalam kondisi apapun, itu makna peribahasa Jawa tersebut. Ini apresiasi saya kepadanya dalam sosial media facebook yang pernah saya tulis pada bulan Pebruari 2017 dan sempat dimuat dalam media online milik Bapak Yusron Aminullah ( Founder Yayasan Menebar Energi Positif) pada tanggal 19 Pebruari 2017.
Komitmen kami dalam melayani pendidikan kesetaraan dan pendidikan nonformal lainnya tidak pernah mempersoalkan apa saja sisi tidak baiknya dari mereka, sebaliknya kami utarakan hal-hal baik yang membuat mereka percaya diri bergaul dengan teman-temanya di PKBM dan bebas beraktivitas positif di tengah masyarakat. Ini nampak dalam chat-chatnya di WAG PKBM BESTARI , tak satupun memandang rendah satu sama lain. Sedangkan perlakukan kami kepada anak yang terganggu belajarnya karena dampak mengkonsumsi narkoba atau sejenisnya, kami berusaha tlaten mendampingi belajar, termasuk menjemputnya di rumah untuk belajar di PKBM BESTARI di kelas yang terdekat dengan rumahnya ( PKBM BESTARI memilki 2 kelompok belajar. 1 tempat di PKBM BESTARI itu sendiri, 1 lainnya bertempat di di desa lain ).
Dengan dinamika tantangan seperti itu, saya memberi himbauan kepada para tutor agar tak lupa memulai belajar dan mengakhiri belajar saat mengajar dengan berdoa, diniati agar ilmu yang diterima peserta didik bermanfaat. Ini upaya kami selain mendampingi sebagaimana saya paparkan sebelumnya. Tak lupa kami juga memberi bimbingan moral dan etika. Kami ajak berjamaah sholat Ashar, kami beri contoh menulis pesan tertulis untuk izin tidak dapat hadir dalam pembelajaran yang sopan yang disampaikan melalui WA atau SMS atau inbox facebook. Berbusanapun kami arahkan yang sesuai dan pantas dipakai untuk sekolah, peserta didik muslim yang suka mengenakan sarung, kami himbau untuk berbaju muslim dan berkopiah. Meskipun lembaga kami di tengah lingkungan keluarga dan masyarakat pesantren, kami tetap terbuka kepada peserta didik non muslim. Tidak ada aturan dalam lembaga kami untuk berjilbab kepada peserta didik putri yang muslim apalagi kepada mereka yang non muslim yang penting berbusana yang merepresentasikan bahwa mereka pelajar. Kami berharap mereka merasa kebebasannya dihargai. Mereka juga selalu kami bimbing untuk saling menghargai kawannya, baik secara prilaku maupun ucapan, terlebih ada kelompok peserta didik dari daerah yang dikenal mudah tersulut emosi hingga menyebabkan tawuran warga.
Kami juga membiasakan disiplin waktu. Tutor hadir tepat waktu di kelas, jika tutor berhalangan hadir, kami sudah punya tutor pengganti, jadi kehadiran mereka di kelas benar -benar berguna. Pernah saya posting foto di facebook tentang kehadiran tutor saat hujan lebat dan membawa anaknya dalam tugas mengajar ini. Hal ini demi komitmennya mengajar para peserta didik di PKBM BESTARI. Untuk memotivasi peserta didik agar rajin belajar, pada tahun ini kami berlakukan pemberian beaya peserta didik.
Proses identifikasi dan proses belajar seperti yang saya paparkan ini, bagi lembaga PKBM BESTARI adalah upaya membantu anggota masyarakat yang tak terlayani di sekolah formal, bisa tetap sekolah secara bermartabat di sekolah nonformal PKBM BESTARI. Kalau mereka bisa dan mau mengubah perilaku belajarnya juga prilaku moralnya lebih baik, mengapa tidak dibantu? Apapun halangannya, kami selalu berharap apa yang kami upayakan ini dimudahkan oleh Allah SWT. Kami tidak tembang pilih dalam menerima peserta didik, semua yang datang ke PKBM BESTARI dan yang diajak PKBM BESTARI untuk menuntaskan wajib belajar 12 tahun kami bimbing agar menjadi insan terdidik dan memiliki skill, minimal perubahan prilaku sehingga mereka layak masuk dunia kerja , bisa menolong ekonomi dirinya dan keluarganya dan bisa meraih sukses lebih besar pada tahapan hidup yang mereka lalui.