PANJANG UMURLAH PEGIAT LITERASI

Yulianto Delaveras

Ini hanyalah sepenggal cerita perjalanan panjang dalam rangkaian hidup yang pernah saya alami. Saya bukanlah apa-apa, saya hanyalah perpanjangan tangan TUHAN, untuk tetap bisa berbagi dengan sesama meski dalam keterbatasan.

Saya adalah anak dari keluarga sederhana, bahkan bisa dikata tidak mampu. Saat duduk dibangku kelas 6 SD saya sudah ditinggal bekerja orang tua dan kakak ke luar kota. Ayah saya adalah Kuli Bangunan dan Ibu Asisten Rumah Tangga. Saat itu saya harus hidup mandiri, seorang diri melakukan semua hal. Masa remaja yang seharusnya saya lewati dengan pendampingan dari orang tua, tak pernah saya rasakan dan terlewat begitu saja.

Dalam masa remaja, saya sering mengalami bullying dari teman-teman, sampai pada akhirnya membuat saya menjadi orang yang tertutup (introvert). Saya lebih suka berada dalam keadaan sepi, dibandingkan harus bergabung dengan teman-teman saya yang tongkrong dipinggir jalan, ngomong ngalor ngidul.

Saat itu, saya lebih memilih untuk berada dirumah. Dan teman yang selalu setia menemani saya adalah buku. Namun dalam keterbatasan dan susahnya untuk mendapatkan akses buku bacaan serta harga buku yang saat itu selangit membuat saya hanya membaca buku-buku ala kadarnya.

Dan ketika saya lulus SMA, ada keinginan untuk melanjutkan pendidikan (Kuliah), ayah menentang dan tidak menyetujui. Ya wajar saja, saat itu untuk makan dan biaya hidup saja pas-pasan tapi mau kuliah. Namun saya tidak putus asa, sambil bekerja di salah satu sekolah Menengah Pertama di Karangrayung, saya berniat untuk melanjutkan pendidikan.

Meski tak mendapatkan restu dan berbagai cemoohan dari orang “ANAK BABU GAYANYA MAU KULIAH”. Saya berusaha membuktikan kepada semua yang telah mencemooh saya, bahwa ANAK BABU yang pernah dihina itu berhasil menyelesaikan Pendidikannya sebagai SARJANA ILMU PERPUSTAKAAN. Dan pada Juli 2017 lalu telah di wisuda.

 

Berbekal ilmu pendidikan yang saya pelajari dan dapatkan, akhirnya saya memutuskan untuk mendirikan Rumah Baca, dengan buku seadanya yang tersimpan perlahan tapi pasti koleksi buku yang ada semakin bertambah. Dimana saya menyisihkan uang dari bekerja sebesar Rp. 300.000,- Saya belanjakan sebagiannya untuk membeli buku-buku bacaan baru. Agar koleksi yang ada bisa bertambah dan ada peningkatan.

Alhamdulillah, seiring berjalannya waktu dan tanpa disangka, koleksi buku selalu bertambah berkat bantuan orang-orang baik yang mendonasikan buku-bukunya ke Rumah Baca yang saya kelola. Dan atas program pemerintah untuk menggratiskan ongkos kirim ke TBM diseluruh Indonesia melalui Pos Indonesia, sangat bermanfaat dan begitu berasa dalam pergerakan literasi saya di Grobogan. Terlebih dengan dukungan dari Pustaka Bergerak Indonesia. Bahkan bukan hanya buku, boneka dan mainan memenuhi rumah baca untuk dimainkan anak-anak.

Akhirnya setelah melakukan pertimbangan yang sangat berat. Sayapun memutuskan untuk keluar dari pekerjaan sebagai PUSTAKAWAN SEKOLAH yang telah saya geluti selama 6,5 tahun lantaran suatu alasan. Sebuah waktu yang panjang dan sayang jika harus keluar dari pekerjaan, namun saya berusaha menguatkan diri dan yakin bahwa ini yang terbaik.

Perjuangan literasi saya tak mudah, suka dukanya perjuangan sudah pernah saya rasakan. Jatuh bangun, hinaan, cemoohan dan diremehkan kerap kali terlontar. Tak jarang pula saya mendapati pujian, motivasi dan dukungan dari orang-orang baik. Semuanya saya jadikan pembelajaran dalan saya berproses untuk menjadi pribadi lebih baik.

Selain kegiatan literasi di rumah yang berjalan setiap hari, saya bergabung dengan Grobogan Mengabdi. Sebuah komunitas yang bergerak dibidang pendidikan di Grobogan. Dan ketika berkegiatan, saya membawakan buku-buku untuk dibaca bersama, anak-anak tampak bahagia dan serasa mendapatkan hadiah. Keceriaan itu semakin bertambah ketika saya mulai bermain dengan boneka tangan. Semua seakan tak ada lagi batasan antara saya dan mereka.

Dan yang hebat itu bukan saya,
Yang luar biasa itu adalah mereka semua.
Saya hanyalah perpanjangan tangan TUHAN untuk berbagi RASA MERDEKA melalui dunia literasi.

Saya tak ingin ada anak-anak mengalami apa yang pernah saya alami dulu. Saya ingin anak-anak bisa mendapatkan akses buku bacaan berkualitas. Saya tak mau ada lagi anak-anak berprestasi seperti Alfia di Wirosari yang berhasil menjuarai lomba menulis tingkat nasional, membaca dari kertas bungkus makanan.

Anak-anak berhak untuk mendapatkan buku bacaan berkualitas, dengan pembiasaan baik dari orang tua untuk membacakan buku dan mendampingi anak-anaknya. Saya berharap Grobogan yang KATANYA Kabupaten literasi itu lebih literat tanpa adanya batasan. Dan bagaimana bisa, jika buku bacaan saja tak ada???

Anak petani, anak buruh, anak pedagang atau siapapun berhak untuk mendapatkan akses buku bacaan berkualitas. Dan semoga semakin banyak orang-orang baik di Grobogan yang ikut #bergerak meliterasikan Grobogan sesungguhnya.

PANJANG UMURLAH PEGIAT LITERASI

#pustakabergerakindonesia #rumahbacabintang #penggiatliterasi #literasiyeshoaxno#dutabacaindonesia #najwashihab #groboganbersemi #jatenggayeng